KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
KECAMATAN PARUNGPANJANG
Nomor : 10.01/MUI-Kec/V/2005
Tentang
PASANGAN SUAMI DAN ISTRI BERBEDA AGAMA
Majelis Ulama Indonesia
Menimbang :
1. bahwa di masyarakat terdapat pernikahan
antara seorang lelaki dan perempuan yang berbeda agama
antara seorang muslim dan non muslim, atau pasangan non muslim dengan non muslim yang kemudian salah satu diantara keduanya masuk ke agama islam. bahwa yang dimaksud non muslim adalah Musyrik, penyembah berhala, Majusi dan Ahli Kitab.
antara seorang lelaki dan perempuan yang berbeda agama
antara seorang muslim dan non muslim, atau pasangan non muslim dengan non muslim yang kemudian salah satu diantara keduanya masuk ke agama islam. bahwa yang dimaksud non muslim adalah Musyrik, penyembah berhala, Majusi dan Ahli Kitab.
2. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Parungpanjang memandang perlu menetapkan dan mengukuhkan fatwa tentang hukum pernikahan beda agama yang pernah di fatwakan oleh MUI Pusat dalam Musyawarah Nasional II tanggal 1-17 Rajab 1400 H. bertepatan dengan 26 Mei - 01 Juni 1980 M. dan pasangan suami istri berbeda agama karena keduanya masuk agama islam.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT: ( Q.S. AlBaqoroh Ayat 221 )
1. Firman Allah SWT: ( Q.S. AlBaqoroh Ayat 221 )
2. Firman Allah SWT. ( Q.S. AlMaidah Ayat 5)
3. Firman Allah SWT. ( Q.S. Almumtahanah Ayat10)
4. Hadits Nabi Muhamad saw.
" Kami (kaum muslim) menikahi perempuan-perempuan Ahli Kitab, tetapi mereka (laki-laki Ahli Kitab) tidak boleh menikahi perempuan-perempuankami "
Memperhatikan :
1. Pendapat ulama madzhab Syafi'i :
" (Dan diantara nikah yang batil) adalah pernikahan seorang muslim sengan wanita kapir bukan Ahli Kitab murni, seperti penyembah berhala (Wastani). penyembah api Majusi) atau salah satu orang tuanya Wastani atau Majusi.
( Syarqowi ala Tahrir 237).
2. Pendapat Imam Rofi'i :" Dan Jika seorang (suami) masuk islam sedangkan istrinya orang majusi, orang wastani atau orang yang tidak boleh dinikahi belum masuk islam, maka ada dua opsi : pertama, jika keduanya (suami istri) belum pernah " berhubungan badan" maka jika sang istri masuk islam sebelum masa 'idah-nya selesai maka ikatan pertikahannya terus berlangsung, jika sang isteri masuk islam setelah selesai masa 'idahnya maka telah terjadi perceraian sejak sang suami masuk islam " ( Ar-Rofi'i zuz 8 hlm. 86)
3. Hasil musyawarah Nasional II Majelis Ulama Indonesia tanggal 11-17 Rajab 400 H.bertepatan dengan tanggal 26 Mei 1980 tentang hukum perkawinan campuran.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama
Pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim (Musyrik, Watsani, Majusi) dan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita non muslim adalah haram hukumnya.
Kedua
Pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki Ahli Kitab adalah haram hukumnya, sedangkan laki-laki muslim dengan wanita Ahli Kitab terdapat perbedaan pendapat, namun setelah memperhatikan pendapat ulama mazhab yang mensyaratkan nenek moyang mereka Ahlul Kitab sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW, dengan kondisi Ahli Kitab di Indonesia dan demi pertimbangan kemaslahatan umat Islam, maka Majelis Ulama Indonesia Kecamatan Parungpanjang mengharamkan dan tidak sah pernikahan laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab.
Ketiga
Jika pasangan suami-istri non muslim (Musyrik, Watsani, Majusi dan termasuk Ahli Kitab di Indonesia) salah satu diantara keduanya masuk Islam dan pasangannya tetap non muslim maka secara otomatis langsung terjadi cerai (firaq) antara keduanya.
ditetapkan di : Parungpanjang
tanggal : 11 Mei 2005
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESI
KECAMATAN PARUNGPANJANG
Tentang
KALIMAT ASMA ALLAH SWT
DILANTAI, SEJADAH DAN SURAT UNDANGAN
Menimbang :
1.bahwa mengagungkan Allah dan asma-Nya adalah wajib bagi setiap orang muslim, karena sipat keagungan dan kemulian-Nya yang harus dijungjung tinggi oleh umat manusia.
2.Bahwa telah banyak dijumpai lukisan Asma Allah dan ukiran kalimat tauhid dilantai, di sejadah dan didalam surat undangan yang kemudian secara tidak sengaja sering diduduki di injak dan dibuang ketempat sampah oleh banyak orang.
3.Bahwa oleh karena itu, Majelis ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum kalimat tauhid dan Asma Allah SWT disajadah. Dilantai dan di dalam surat undangan bagi pembuat dan yang menginjaknya.
Mengingat :
1. Firman Allah SWT :
“ Hanya milik Allah asma-ulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ulhusna dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apayang telah mereka kerjakan” (Q.S. AlA’rof ayat : 180)
2.Firman Allah SWT :
“ Katakanlah : Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al-asmaul husna(nama-nama yang baik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula merendahkannya, dan carilah jalan diantara keduanya itu” (Q.S. Al-Isro’ ayat 110).
3. Hadits Nabi Muhammad s.a.w :
“ Diriwayatkan dari abu Huraeroh r.a ia berkata, Rasulallah s.a.w. bersabda : Sesungguhnya Allah SWT mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa memeliharanya maka ia akan masuk surga. Allah SWT adalah tunggal dan menyenangi yang tunggal “ (HR. Bukhori dan Muslim, Tirmidji dan Ibnu Majah).
1.Pendapat seorang ulama dalam kitab ‘Ianatul Tholibin 1/69 :“ Haram hukumnya merentangkan (meluruskan kaki) kea rah Mushaf Al-Qur’an jika Mushaf tersebut tidak diletakkan ditempat yang lebih tonggi, karena hal tersebut dapat melecehkan kemuliaan al-Qur’an. Disebut dalam kitab al-Mugni dan kitab al-Anwar bahwa, haram menginjak permadani atau lantai kayu yang berukir ayat al-Qur’an atau salah satu asma Allah .
2.“Haram berjalan diatas permadani atau lantai kayu yang berukir ayat-ayat Qur’an”
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
FATWA TENTANG KALIMAT ASMA ALLAH SWT. YANG TERTULIS DI SAJADAH, DILANTAI DAN DIDALAM SURAT UNDANGAN.
Pertama : Ketentuan umum
Dalam ajaran Islam hukumnya wajib mensucikan dan mengagungkan Asma Allah SWT dan kalimat tauhid, maka dilarang dan mendapat ancaman dari Allah SWT segala bentuk apapun yang mengakibatkan penghinaan dan pelecehan terhadap keagungan-Nya.
Kedua hukum,
1.Hukumnya haram menginjak, menduduki kaliat tauhid dan
asmaul-husna yang dilukis di sajadah, dilantai, dan membuang ketempat sampah baik itu merendahkannya ataupun tidak untuk menghina-Nya.
2.Hukumnya haram bagi orang yang melukis atau menulis kalimat tauhid dan asmaul-husna di sajadah, dilantai dan dan di surat undangan jika mengetahui dan diduga kuat bahwa tulisan tersebut akan diinjak dan diduduki oleh orang banyak dan dibuang ketempat sampah.
Ditetapkan : Parungpanjang
Tanggal : 27 Mei 2005
KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA PROPINSI DKI JAKARTA
NOMOR : 08/FATWA/MUI-DKI/V/3005
Tentang
MENJUAL ELEKTRONIK SECARA KREDIT
DENGAN TAMBAHAN HARGA
MAJELIS ULAMA INDONESIA PROPINSI DKI JAKARTA
NOMOR : 08/FATWA/MUI-DKI/V/3005
Tentang
MENJUAL ELEKTRONIK SECARA KREDIT
DENGAN TAMBAHAN HARGA
Majelis Ulama Indonesia Propinsi DKI Jakarta
Menimbang :
a.bahwa model transaksi jual-beli di masyarakat sangat beraneka ragam, namun bagi umat islam perlu berhati-hati agar rejeki hasil berdagang yang diterimanya betul-betul sesuai dengan syariat Allah SWT.
b.bahwa yang dimaksud transaksi jual-beli kredit adalah
“Menjual secara langsung, dimana penjual menyerahkan barang yang dijual secara langsung kepada pembeli dengan pembayaran secara berkala, baik sebagiannya atau semuanya sampai pada waktu yang telah ditentukan (Dr. Wahbah al-Zuhaili, al Mua’amalah al amaliyah al Mu’ashiroh. Hlm 311)
Mengingat :
1.Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka “ (Q.S. An-Nisa ayat 29)
2.Firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (Q.S. Al Maidah ayat 1)
3.Firman Allah SWT :
“Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al Baqoroh ayat 275)
4. Hadits Nabi Muhamad s.a.w. :
“yang halal itu sudah jelas dan yang haram itupun sudah jelas ; dan diantara keduanya ada hal-hal yang musyatabihat (syubhat), samar-samar tidak jelas halal dan haramnya). Kebanyakan manusia tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa yang berhati-hati dari perkara syubhat, sungguh ia telah menyelamatkan agama dan harga dirinya” (HR. Muslim).
Memperhatikan :
1.Pendapat Ulama Madzhab Syafi’I :
“Adapun menjual barang dagangan, maka boleh dijual dengan barang dagangan yang lain meskipun salah satunya melebihi yang harga barang dagangan lainnya. Sebab barang dagangan itu tidak termasuk mata uang tukar (atsman) yang menjadi factor (‘illat) riba (yang diharamkan). (Madzahibul arb’ah Zuz II. Hlm 204.)
2.Pendapat Ulama dalam kitab ( Wahbah Zuhaeli hlm 316):
“Mayorita Ulama, diantaranya Zaed bin Ali. Madzhab fiqih yang empat (madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali) berpendapat : bahwa transaksi jual beli secara kridik adalah boleh (sah/halal) meskipun harga kredit lebih tinggi daripada harga beli kontan. Artinya, Transaksi jual beli kredit lebih mahal daripada membeli secara kontan. Seperti membeli barang secara kredit bertambah tinggi harganya disbanding membali secara kontan”.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
FATWA TENTANG BISNIS KREDIT ELEKTRONIK
DENGAN TAMBAHAN HARGA
Pertama : Ketentuan Umum
Islam melegalkan setiap transaksi jual beli yang dilakukan secara jujur, saling menguntungkan dan saling merelakan antara dua belah pihak (penjual dan pembeli)
Kedua : Hukum
a.Hukum Transaksi jual beli secara kredit hukumnya sah dan halal asalkan akad (transaksiny) antara penjual dan pembeli dilakukan secara jelas (Aqad soheh).Artinya, antara penjual dan pembeli sama-sama mengetahui dan terdapat kesepakatan harga barang dan batas waktu.
b.Transaksi jual beli kredit dengan harga lebih tinggi disbanding membeli secara kontan, hukumnya sah dan halal. Dengan syarat, transaksi antara penjual dan pembeli dilakukan dengan akad soreh ( dilakukan secara jujur dan sepakat batas waktu dan harga barang)
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 28 Juni 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar